Diberdayakan oleh Blogger.

RSS

PEDAGANG KERAK TELOR PRJ ASAL GARUT

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada pemandangan menarik dan gampang diingat di sepanjang jalan yang mengitari arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) setiap kali Jakarta Fair berlangsung. Pemandangan yang bernuansa khas produk budaya lokal Betawi itu tak lain adalah jejeran dagangan kerak telor.
Kami rombongan dari Garut. Datangnya pake mobil borongan. Dua bus untuk membawa kami, dua truk khusus untuk angkut pikulan.
Jualannya boleh lokal. Tapi, jangan terkecoh. Penjualnya bukanlah orang-orang asli Betawi. Dari dialek mereka, warga Jakarta yang menjadi pembeli bisa langsung mahfum.
Mereka adalah para 'imigran musiman' dari Garut, Jawa Barat yang datang setiap tahunnya hanya selama berlangsungnya Jakarta Fair. "Cuma sekali setahun ke sini (Jakarta). Hanya untuk berjualan di sini," kata Beben (64), salah seorang di antara mereka kepada Kompas.com, Minggu (12/6/2011).
Dia mengatakan, sudah empat tahun berjualan di arena PRJ. "Kami rombongan dari Garut. Datangnya pake mobil borongan. Dua bus untuk membawa kami, dua truk khusus untuk angkut pikulan," kata Beben.
Dia berjualan di Jalan Raya Pademangan, lokasi yang lebih dekat dengan Pasar Gambir, Kemayoran. Tempat ini terbilang kurang ideal lantaran jarang dilalui pejalan kaki dan letaknya beberapa ratus meter dari gerbang PRJ.
Beben mengatakan ingin berjualan di lokasi yang lebih strategis. "Tapi, di situ biasanya untuk orang-orang lama. Mereka sudah di sini sebelum kami datang," ujarnya.
Orang-orang lama yang dimaksud Beben adalah orang-orang sekampungnya yang sudah beberapa tahun menjadi pekerja musiman di sekitar arena PRJ. Mereka termasuk rombongan pertama yang tiba di Jakarta sekitar seminggu sebelum Jakarta Fair resmi dibuka. Sedangkan Beben dan rombongannya baru tiba di Jakarta lima hari lalu atau sehari sebelum Jakarta Fair resmi dibuka Presiden pada Kamis (9/6/2011) lalu.
"Di situ setorannya juga lebih gede," lanjutnya tanpa mengungkapkan berapa besarnya setoran harian yang dibayar.
Para pedagang itu memang harus menyetor "uang keamanan" kepada organisasi massa yang mengatur perparkiran di lokasi tersebut.
Meski terbilang kurang strategis, keuntungan yang diraup petani sayur-sayuran asli Garut ini terbilang lumayan. Keuntungannya pada tiga hari pertama berkisar Rp 40.000 sampai Rp 100.000 . "Hari Jumat sampai seratus ribu (rupiah)," kata Beben.
Keuntungan tersebut sebenarnya tidak berbeda jauh dari hasil penjualan kentang, kubis, wortel, dan cabai yang menjadi mata pencaharian aslinya. "Tapi, lumayan buat tambahan," tuturnya.
"Sekarang sedang musim kemarau di kampung. Daripada banyakan nganggur, kami lebih baik berjualan di sini," kata Beben.
Atas dasar itulah, dia dan teman-temannya memanfaatkan peluang berjualan di PRJ setiap tahunnya. Sayangnya, Beben tidak bersedia menjawab saat ditanya, siapa yang menjadi pioner urbanisasi musiman itu dan mengapa mereka memilih dagangan kerak telor. 
                                                                                                                         megapolitan.kompas.com
                                                                                                                         google.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar